BATAM,mediatrias.com– Walapun Berkali-kali Media Onlinen ,Baik Media Cetak menerbitkan kasus korupsi dilingkungan Pemko BatamTentang Dana Bansos .sepertinya para elit pejabat yang memangku jabatan di istansi tersebut sudah kebal dengan Hukum?.
Saat awak media ini mencoba ke kantor wali Kota Batam 01/07/2016 ingin meminta konfirmasi kepada Sekda Agus Saiman ternyata beliau tidak ada di ruang kerjanya.namun awak media ini sudah menulis buku tamu untuk ketemu beliau melalui setap jaga dari sadpol PP yang bertugas di Pintu masuk Ruangan Sekda,yang akan di sampaikan melalui Sekretarisnya bernama Masri.
Begitu Juga awak media ini,mencoba keruangan Kabag Humas Pemko Batam Ardiwinata ingin meminta Keterangan padanya.selaku Corong informasi di Pemko Batam beliau tidak pernah ada di kantor ucap setap yang bertugas di ruang Humas .
Melansir dari Media rakyat media Ketika awak media ini mencoba untuk Konfirmasi Badan Reserse Kriminal (Baraskrim) Mabes Polres telah menjebloskan Direktur RSUD Embung Fatimah Batam drg Fadillah terkait kasus korupsi Alkes, sementara Polres Tanjungpinang telah membekuk tersangka koruptor kasus pengadaan baju dinas Satpol PP Kepri, Usman Taufiq.Masyarakat tinggal menunggu komitmen Kejati Kepri terkait kasus korupsi Bansos Batam senuilai Rp66 miliar.
Meski sejumlah pejabat pemerintah Kota Batam telah diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri terkait kasus korupsi aliran dana bantuan Sosial (Bansos) Pemko Batam sebesar Rp66 miliar yang dikucurkan dari sumber dana APBD Tahun 2011 dan 2012 mulai ketar ketir, tak enak makan dan tak nyanyak tidur.
Kejaksaan Tinggi Kepri melalui Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri Rahmat.SH, memang sudah menyatakan pihaknya segera menetapkan pejabat Batam jadi tersangka korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemko Batam tahun 2011-2012 senilai Rp66 miliar. Namun jika belum terbukti kredibilitas Kejati masih perlu dipertaruhkan.
“Penyelidikan yang kita lakukan sudah mencapai 90 persen, puluhan saksi, dari mulai Kepala SKPD, warga masyarakat, ormas penerima, juga sudah kita periksa,” kata Rahmat kepada media ini ketika ditemui pekan lalu di kantor Kejati Kepri di Senggarang Tanjungpinang.
Lebih lanjut Rahmat menyebutkan, dari hasil penyelidikan timnya, sebesar Rp 66 miliar dana bansos dari APBD 2011-2012, Pemko Batam disalurkan ke sejumlah SKPD, seperti di Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi UKM, Kesbangpollinmas, serta Bagian Kesejahteraan Setdako Batam.
“Dana yang diterima SKPD itu saat ini sedang kami uraikan dan menelisik satu per satu SKPD yang paling banyak menggunakan dana tersebut. Kemudian sistem pengajuan, pengucuran, penggunaan serta pertanggungjawaban sebagaimana aturan yang berlaku,” kata Rahmat.
Rahmat menjelaskan, dari hasil penyelidikan yang dilakukan, dalam penggunaan dana Bansos Pemko Batam, di Beberapa SKPD (Dinas dan Badan) telah ditemukan unsur melawan hukum yaitu modus penyaluran dan penggunaan dana tersebut diduga fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara.
“Kami minta masyarakat bersabar, kasus korupsi dana Bansos ini akan kami lanjutkan, dan saat ini peggunaan dana di masing-masing dinas ini, sedang kami telusuri, serta lakukan permintaan audit nilai kerugian yang ditimbulkan dari BPKP,”kata Rahmat.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi Kepri telah memanggil sejumlah pejabat Pemko Batam telah menjalani pemeriksaan di Kejati Kepri terkait dugaan korupsi dana bansos ini, antara lain Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Muslim Bidin, Kadis UKM Febrialin, dan Kabag Keuangan Sekretariat Daerah Abdul Malik.
Empat pejabat Pemko Batam terpaksa harus bulak balik diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri. Ke empat pejabat Pemko Batam yang sudah berulang kali diperiksa Kejati Kepri diantaranya Kepala Dinas Pendidikan Muslim Bidin, Kepala Dinas UKM Pebrialin, dan Kepala Inspektorat Heriman.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Kepri yang menangani kasus korupsi bansos senilai Rp66 miliar tersebut tampaknya tidak main main untuk melakukan pengusutan kasus tersebut. Bahkan terkait kasus ini, tak hanya empat pejabat yang harus bolak balik berurusan dengan Kejaksaan. Namun Sekretaris Daerah (Sekda) kota Batam Agussahiman, diam diam juga kabarnya sudah tiga kali diperiksa penyidik Kejati Kepri di Tanjungpinang.
Jika dilihat dari keseriusan Kejati Kepri mengusut kasus korupsi ini, tampaknya kali ini, Agussahiman tak bisa lolos dari jeratan hukum, bisa jadi diakhir masa jabatan Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Batam mereka bakal meringkuk di penjara. Sebab Ahmad Dahlan dan Agussahiman sebagai pengelola anggaran APBD adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam kasus korupsi aliran dana Bantuan Sosial (Bansos) Tahun 2011.
I
nformasi diterima media ini dari sumber di Tanjungpinang mengungkapkan, sejak kasus korupsi Bansos yang melibatkan Walikota Batam Ahmad Dahlan bergulir di Kejati Kepri, Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Muslim Bidin dikabarkan sudah lima kali diperiksa penyidik Kejati.
Sementara Pebrialin dan Heriman masing masing baru tiga kali diperiksa penyidik Kejati. Sedangkan Agussahiman yang disebut sebut sebagai dedengkot dalam kasus aliran dana bansos fiktif APBD Pemko Batam, dikabarkan sudah tiga kali diperiksa saecara diam diam. Meski pihak Kejati Kepri belum pernah menyatakan Agussahiman diperiksa
”Dalam satu bulan ini pak Sekda Batam sudah tiga kali datang ke kantor Kejati Kepri, saya dapat cerita dari supir mobil kijang Inova yang dirental Sekda Batam ketika berada di Tanjungpinang. Supir mobil rental itu teman saya, dia cerita tamu yang dibawanya pejabat Sekda Batam. Dia nggak tanya apa urusan pak sekda itu di Kejati. Tapi, tiga kali dia bawa tujuannya ke kantor Kejati, datang pagi, sore baru keluar dari Kejati, mungkin beliau itu diperiksa Kejati, ungkap sumber media ini.
Sumber yang juga berprofesi sebagai supir mobil rental di pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang lebih jauh mengungkapkan, tiga kali datang pak Sekda itu ke Tanjungpinang tak pernah datang pagi seperti pejabat lainnya. Pak sekda itu selalu datang las feri. Boleh jadi menghindari perhatian masyarakat, di Tanjungpinang pak sekda nginap di Hotel BBR, paginya baru pergi ke kantor Kejati.
“Makanya, tak ada yang tahu bahwa pak Sekda itu sudah tiga kali diperiksa Jaksa, di Kejati juga jarang ada wartawan ngetem disana sehingga luput dari pantauan wartawan, beliau itu tak pernah datang pagi, seperti pejabat lainnya. Kalau supir rental di pelabuhan sudah paham betul, ada beberapa pejabat Pemko Batam, yang sudah bulak balik ke Kejati, mereka sering rental mobil kami, kalau tak salah mereka itu diperiksa di Kejati soal kasus bansos,”ungkap sumber itu yang minta tidak ditulis namanya dalam berita ini.
Masih kata sumber itu, selain Agussahiman, menurut sumber itu, yang paling sering ke kantor Kejati, Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Muslim Bidin. Terakhir kata sumber itu, Selasa (15/12/2015), Muslim Bidin kembali mendatangi Kejati Kepri. Muslim Bidin datang bersama Sekretaris Dinas Pendidikan Yahya dan tiga staf Disdik Kota Batam.
“Jam 07.00 WIB pagi pak Yahya sudah telpon saya, mau rental mobil, dia suruh saya nunggu didepan pintu pelabuhan. Sekitar jam 08.30 WIB mereka sampai di Tanjungpinang, kalau kesini mobil mereka bawa sendiri. Sore sekitar Jam 17.00 WIB saya ditelpon pak Yahya suruh nunggu di pelabuhan untuk mengambil mobil, saya tidak nanya dari mana. Tapi pak Yahya mengatakan, mobil agak sore dikembalikan, karena kami dari kondangan, tapi saya sudah tahu mereka itu di kantor Kejati Kepri,” kata sumber menirukan ucapan Sekretaris Disdik Batam Yahya.
Tapi menurut sumber media ini di Tanjungpinang, gencarnya pemberitaan koran Rakyat Media dan Suara Mandiri Pos menyoroti kasus korupsi Bansos yang menyita perhatian publik ini, sejumlah pejabat Batam yang diperiksa Kejati Kepri, jika ada panggilan Kejati Kepri ke Tanjungpinang, mereka tidak lagi datang melalui pelabuhan Sri Bintan Pura. Tapi mereka datang ke Tanjungping lewat Tanjunguban.
“Saya belum lama ini di telpon sama pak Yahya Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Batam, beliau itu menanyakan siapa yang membocorkanb informasi kepada wartawan kami sering ke Kejati. Infonya persis seperti apa yang kita ceritakan, sama dwengan berita di koran tersebut,” kata sumber itu menirukan ucapan Yahya.
Terkait kasus korupsi Bansos ini, bisa jadi tak hanya Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Sekdako Agussahiman, yang jantungnya berdenyut kencang menghadapi kasus korupsi Bansos ini. Tapi, kemungkinan empat pejabat yang sudah berulang kali diperiksa penyidik Kejati Kepri mengalami hal sama. Kelihatan dari wajah mereka tampak tak bergairah lagi menghadapi kasus hukum yang sudah di depan mata.
“Wajah Muslim Bidin dan pak Yahya ketika mengembalikan mobil yang mereka rental kepada saya terlihat lesu dan tak bergairah. Muslim Bidin tak mau banyak cakap, wajahnya seperti orang kelelahan habis diperiksa seharian,”kata sumber media ini di Tanjungpinang.
Penyelidikan kasus korupsi dana Bansos tahun 2011 ini, atas laporan masyarakat ke Kejaksaan Agung dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kepri. Sebelumnya, dalam dugaan korupsi dana hibah dan Bansos Batam ini, kejaksaan juga telah melakukan pengumpulan data dan keterangan (Pulbaket) ke berbagai pihak.
Dalam laporan masyarakat kepada Kejaksaan Agung, anggaran Rp 66 miliar dana hibah dan Bansos Batam tahun 2011 ini diduga tidak disalurkan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, sebagaimana diubah dengan Permendagri nomor 39 Tahun 2012 tentang, Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bantuan Sosial dari APBD.
Informasi diperoleh, terbongkarnya kasus korupsi bantuan sosial yang diduga melibatkan Walikota Batam Ahmad Dahlan, Setdako Batam Agussahiman. Sebelumnya sudah bergulir ke meja hijau, bahkan mantan Kabag Keuangan Pemko Batam Erwinta Marius telah divonis 2 tahun penjara. Kasus ini terbongkar berawal dari kecurigaan Kejaksaan Negeri Batam, mengendus adanya aroma korupsi dalam penggunaan anggaran APBD 2009.
Saat itu Kejaksaan Negeri Batam dipimpin Tatang Sutarna.SH, menduga ada penyelewengan dalam pengucuran dana Bansos berasal dari anggaran APBD Kota Batam sebesar Rp4,5 miliar, untuk bantuan yayasan dan panti asuhan. Namun setelah diselidiki dana bantuan sebesar itu ternyata hanya Rp 38 juta saja yang mengalir ke sasaran. Itu pun tidak semua dapat bagian. Sementara sisanya tak bisa dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Pemko Batam.
Padahal realisasi belanja dana bantuan sosial yang tercantum dalam Anggaran APBD 2009 tercatat sebesar hampir Rp21 miliar. Dari sini awalnya terungkap kasus korupsi bantuan sosial dana APBD yang melibatkan Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Setdako Agussahiman. Pihak Kejaksaan negeri Batam yang menemukan penyimpangan ini melakukan penyelidikan selama tiga bulan dan akhirnya berhasil membongkar penyimpangan dalam penyaluran bantuan untuk orang miskin dan masjid tersebut.
Modus operadi dugaan korupsi yang dilakukan dalam penyaluran dana itu, banyak ditemukan profosal fiktif yang dibuat dengan mengatasnamakan yayasan panti asuhan, masjid dan kegiatan sosial lainnya. Bahkan, untuk mencairkan dana bantuan itu, kop surat, stempel dan tandatangan atas nama pengurus yayasan maupun masjid dipalsukan oleh oknum bagian keuangan Pemko Batam.
Tak hanya sampai disini kelihaian dan kelicikan sejumlah pejabat Pemko Batam yang terlibat dalam menggerogoti uang negara dengan membuat laporan bahwa realisasi bantuan fiktif puluhan miliar tersebut dinyatakan telah disalurkan kepada penerima. Realisasi penggunaan dana bansos itu telah dimasukan dalam Laporan pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Batam Ahmad Dahlan dihadapan DPRD Kota Batam saat itu.
Kasus korupsi dana bansos ini semakin menarik perhatian publik saat itu menyusul sejumlah pejabat Pemko Batam yang diduga terlibat dalam kasus tersebut melalui oknum tertentu berupaya menyogok Kepala Kejaksaan saat itu Tatang Sutarna sebesar Rp 1 miliar. Namun Tatang Sutarna yang sudah bertekad akan mengungkap kasus tersebut menolak iming iming tersebut.
Alhasil, sejumlah pejabat yang merasa terancam atas pengusutan yang dilakukan Tatang Sutarna, akhirnya berupaya melakukan berbagai cara untuk mencopot Tantang Sutarna dari jabatnya sebagai Kejari Batam. Lalu membuat surat kaleng kepada Kejaksaan Agung saat itu Hendarman Supanji. Upaya tersebut benar benar berhasil, tak lama kemudian setelah surat dilayangkan, surat mutasi terhadap Tatang Sutarna turun dari Kejaksaan Agung. Sebagai pengganti Kejari Batam ditunjuk Eddy Adhiyaksa.
Sejak itu pula penyelidikan kasus bansos yang cukup menggegerkan Kota Batam terhenti, meski proses penyelidikan kasus itu sudah ditingkatkan ke penyidikan, setelah pihak Kejaksaan menemukan bukti penyelewengan dana bansos cukup besar. Sebelum tatang Sutarna dicopot dari jabatannya, masyarakat, tokoh agama dan sejumlah Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) berharap proses hukum kasus korupsi bansos yang diduga menyeret nama Ahmad Dahlan dan Agussahiman dapat ditindak lanjuti
Tapi apa yang terjadi kemudian, ketika Kejari Batam dipimpin Eddy Adhyaksa, penanganan kasus yang menyita perhatian publik akhirnya terhenti hingga saat ini. Namun dengan pernyataan kejati Kepri membuka kembali kasus korupsi bansos sebesar Rp 66 miliar membuktikan bahwa pemberantasan kasus korupsi masih berjalan di Kepri. Bahkan, masyarakat, dan sejumlah LSM mendesak Kejaksaan Tinggi Kepri segera memeriksa Walikota Batam Ahmad Dahlan dan setdako Batam Agussahiman. Karena dua pejabat ini dinilai orang yang paling bertanggungjawab terhadap kasus yang merugikan keuangan negara tersebut.
Sementara Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Setdako Batam Agussahiman hingga berita ini dimuat belum berhasil di konfirmasi (rm/mawardi/red)