MEDIATRASI.COM – Bupati Lingga Muhammad Nizar, S.Sos pinta kepada tim Reses untuk dapat meninjau ulang sejumlah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) pasir laut di wilayah Kabupaten Lingga.
Ungkapan Bupati Lingga tersebut bersamaan guna menyampaikan data-data yang diperlukan pada berlangsungnya Reses dalam memenuhi undangan Reses Komisi VII DPR RI Bidang ESDM, Perindustrian dan BRIN di Kantor BP Batam.
Reses tersebut juga adalah Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, H. Eddy Suparno, SH.MH yang membahas tentang Pertambangan Pasir Laut, mengingat sebelum dikeluarkan oleh pemerintah terkait tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Kami harap dapat ditinjau ulang, karena akan berdampak terutama pada mata pencaharian nelayan”, kata Bupati Lingga, M Nizar yang pertimbangkan Kepentingan Masyarakat yang Mayoritas adalah Nelayan, Rabu (11/05/2022).
Diterangkannya, bahwa Kabupaten Lingga merupakan wilayah yang termasuk dalam peta di Kepulauan Riau, selain Bintan, Batam, Karimun dan Tanjungpinang yang punya potensi besar dalam pertambangan pasir.
Mengingat hal tersebut juga sejalan dengan rencana pemerintah pusat untuk segera membuka kembali Ekspor Pasir Laut sekaligus mengetahui kewenangan dua kementerian dalam pengelolaan pasir laut.
Yakni, kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berdasarkan undang-undang Ciptakerja, serta Kementerian ESDM, yang menjelaskan pasir laut merupakan bagian dari pertambangan minerba.
Terlepas dari itu, keprihatinan dari dampak Eksploitasi pasir laut, sudah menjadi perhatian Nasional. Dalam pelaksanaan penambangan pasir laut, KKP telah menetapkan zona larangan.
“Salah satunya di wilayah perairan yang kurang dari dua mil laut, diukur dari garis pantai ke arah kepulauan, di perairan yang kedalamannya kurang dari 10 meter yang berbatasan langsung dengan pantai. Apalagi penambangan dilakukan dengan sengaja merusak ekosistem perairan”, paparannya.
Untuk itu, Permintaan Bupati Lingga agar dilakukan peninjauan ulang WIUP ini bukan menghambat kran Investasi bagi perusahaan-perusahaan penambang yang berinvestasi di Kabupaten Lingga.
Namun, hendaknya bagi Perusahaan harus Prosedural, mampu mengutamakan kepentingan masyarakat dari Aspek Sosiologisnya dan memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Mengingat dampak jangka panjang yang sangat signifikan secara tidak langsung bakal dirasakan masyarakat pesisir.
Kesejahteraan dan produktivitas nelayan akan jauh menurun. Meski belum cenderung negatif, namun perlahan pasti beresiko pada penghasilan nelayan karena peningkatan pencemaran pantai dan kualitas air laut. Abrasi pantai karena pulau-pulau kecil punya kerentanan dari krisis iklim dengan air laut yang semakin naik.
Sektor tambang pada galian c ini, cukup berperan sebagai salah satu penunjang Pendapat Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lingga. Masa Pandemi, galian c sebagai penyumbang pajak yang cukup kooperatif.
Namun, sebagai pimpinan dirinya juga harus tegas dalam bersikap, demi kepentingan masyarakat nelayan. Terutama bagi mereka yang tinggal dengan mata pencaharian di wilayah dengan dekat tambang.
“Pemerintah daerah pasti mendukung masuknya investasi. Tetapi tetap pada prinsip mengutamakan kepentingan masyarakat dan penjagaan lingkungan. Kami berharap ini menjadi perhatian bersama,” tegas dia.
Permohonan dan pernyataannya itu pun, mendapat respon positif dari anggota Komisi VII yang hadir, diantaranya Adian Yunus Yusak Napitupulu serta Doni Maryadi Oekon dari fraksi PDIP serta menghasilkan beberapa catatan yang sejalan.
Diantaranya, meminta Kementerian ESDM menunda proses penerbitan IUP dari sejumlah perusahaan tambang pasir laut di Kabupaten Lingga, dengan mendahulukan kajian terhadap aspek sosial masyarakat. (HK*PROKOPIMDA)